Psikologi Mancing, Apa Pula Itu ? Ada-ada Saja

Posted by: Tags:

Ragam Bambang

Kabarmancing.com, Gombong, Jawa Tengah – Psikologi Mancing, apa pula ini? Ada-ada saja, kurang kerjaan kali! Dugaan Anda, memang benar. Penulis ini kurang kerjaan setelah lima kali bolak balik mancing ke laut apalagi dimakan, disentuh pun tidak. Frustasi? Kalau dibilang ya juga iya, dibilang tidak juga tidak. Ya, karena memang frustasi tapi cuma sementara.

    Kalau sebelnya hilang pasti “Come back to the sea again” dibilang tidak frustasi ya benar juga. Sebagai pemancing, yang paling tidak merasakan asingnya air laut saat-saat ke gebyur ombak, pastinya pantang frustasi. Frustasi berarti rugi sendiri karena Anda akan kehilangan hobi yang tidak ada duanya ini.

Berita Terkait : Mengulas Tentang ‘Kemaniakkan’ Seorang Pemancing

    Biarlah lain-lain penulis yang juga pakar-pakar “Perikanan” menulis di mana lumbung ikan tuna, mancing pakai GPS, pakai rapala, mancing “keleman” atau dasaran dan sebagainya. Saya akan menulis lebih ke entertainment atau hiburan setelah para mania capek mancing baik di kali, laut atau lainnya.

 

Psikologi Mancing

    Penulis yang memberanikan diri memakai gelar PSI (Baca : Psikologi Ikan), belajar secara otodidak dengan metode empiris, berdasarkan pengalaman pribadi, teman-teman dan rekan-rekan yang sarat dengan pengalaman memancing ikan.

    Ada dua aspek penting dalam memancing, yaitu pemancing sebagai subyek dan ikan sebagai obyek. Sebagai subyek, pemancing dibagi dua lagi yaitu pemancing yang gigih, telaten, sabaran dan tidak bosenan. Di lain pihak pemancing yang tidak ulet, tidak sabaran dan bosenan.

    Pemancing yang gigih dan ulet tahan berjam-jam memancing pada satu titik dengan asumsi ‘suatu kali’ pasti ada ikan yang lewat dan umpannya akan ditarik kemudian melahapnya. Tapi ada pemancing yang terlalu bertahan pada satu titik bahkan kadang-kadang tidak mengecek umpannya lagi. Nah disinilah letak kesalahannya. Pas ada ikan lewat ternyata mata kailnya sudah melompong, umpannya hilang entah kemana. Alhasil ketekunannya menunggu ikan lewat muspra atau sia-sia.

    Tapi teori ini tidak didukung dengan data-data yang dapat dipertanggung jawabkan. Lain dengan mereka yang tergolong tidak gigih, bosenan dan tidak tahan, maka agak sedikit lama pada satu titik, tampak  jalan kian kemari menganggap “Ah disini ngga ada ikannya” lalu pindah ke tempat lain. Pemancing dengan karateristik semacam ini bisanya ada pada para pemula. Kurang konsen dan diyakini punya motto lain.

    Ragam Bambang 2Kalau pemancing menganggap mancing sebagai hobi yang tidak ada duanya, golongan ini menganggap masih ada hobi lainnya selain mancing! Di sisi lain ikan sebagai obyek juga dibagi menjadi dua. Ikan-ikan yang gigih, biasanya berpenampilan menarik dan mempunyai intelegensia tinggi seperti kakap misalnya yang mempunyai pisau silet di pipinya untuk memutus senar dengan satu kibasan kepala saja. Ikan-ikan semacam ini tidak rakus, biasanya mempunyai selera makan yang tinggi, udang hidup pun udang yang putih. Di lain pihak ada ikan-ikan yang ‘maaf’ penampilannya tidak menarik, warnanya kotor, mukanya jelek dan cenderung “ovovivipar” atau pemakan segala.  Cacing oke, udang apalagi, asal ada makanan di depannya….langsung di embat!

    Ikan-ikan semacam ini mengandalkan kekuatan fisik untuk lepas dari mata kail. Ada kesamaan antara kedua macam ikan tadi yaitu mereka tidak mengenal trauma.  Kalau kemarin rasa mulut ini ‘huuh bukan main sakitnya’  bahkan mungkin sobek, eh lain waktu akan makan umpan lagi. Teori ini didukung sebuah fakta atau juga fakta lain yang pernah dijumpai pemancing yaitu terpancingnya seekor ikan yang di bibirnya ada tersungging mata kail yang sudah karatan dengan senarnya sekalian. Entah karena tidak mengenal trauma atau sengaja tidak dilepas dari bibirnya sebagai pemanis, begitulah.

    Membahas ikan tidak akan ada habisnya. Satu hal yang perlu dicatat adalah ikan itu seperti manusia, mempunyai jam makan, utamanya pada jam-jam air pasang atau surut. Menurut penyelidikan mereka sangat menikmati arus atau ombak yang membawanya hanyut dan ini ‘free of charge’ artinya sang ikan tanpa perlu mengeluarkan tenaga sedikit pun untuk berenang. Ketika ‘have fun’ semacam ini tiba-tiba di depannya ada umpan yang lezat…wah ada rezeki nomplok.

    Tuhan telah menyediakan makanan bagi makhluknya demikian juga ikan tidak perlu repot-repot mencari makan diluar habitatnya. Di laut makanan ikan berlimpah dari plankton sampai ke binatang-binatang laut lainnya. Apalagi ikan-ikan yang sifatnya predator, begitu bangun tidur di depan mata lewat seekor ikan tentunya yang ukurannya lebih kecil dengan mudah menjadi makan paginya. Kalau ikan yang lewat lebih besar ya dialah yang jadi makanannya! Bahkan ikan pun mengenal ‘desert’ pembuka hidangannya berupa rumput laut yang saat ini juga di komsumsi manusia dan banyak kita jumpai di gerobak-gerobak es di pinggir jalan.

    Sebenarnya tanpa umpan-umpan dari para pemancing bagi ikan tidak masalah, bahkan kalau mereka mau bersatu dan menolak makanan dari luar dengan memboikotnya serta “percaya pada kemampuan sendiri’ manusia khususnya para pemancing ..mau apa?

    Tapi dasar manusia selalu banyak akalnya bagaimana dia membuat makanan seolah-olah produk dari laut sehingga sadar atau tidak ikan langsung menelannya. Itulah salah satu kesalahan ikan mengapa tidak mengunyah lebih dulu. Dan kesalahan ini dimanfaatkan oleh manusia yang digembar gemborkan memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi, tapi kepada ikan ngga perduli mulutnya sakit atau sobek..tarik teruss!!(bambang sugeng-gombong/foto:dok.kabarmancing.com)

example banner example banner

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses